Senin, 10 November 2008

HAK CEWEEEK niiih



Agama Islam adalah sebuah system hidup pertama yang membebaskan kaum cewek dari perbudakan masa lalu, sebuah agama pertama yang bersikap obyektif terhadap kaum cewek & memuliakan mereka, baik dalam kapasistas mereka sebagai seorang manusia, seorang cewek, seorang putri (anak cewek), juga sebagai istri dan anggota masyarakat.
Bagi kita, ini adalah bukti nyata bahwa Islam sudah menyamaratakan kaum cewek dengan kaum cowok dalam tugas-tugas agama yang bersifat ritual. Kalau mo taw lebih jelasnya, silakan Antum buka bacaan termulia Antum (QS. Al-Ahjab:35)
Allah SWT juga menyamaratakan kedudukan cowok & cewek dalam urusan social-politik ( QS. At-Taubah :71). Tugas amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan sebuah aktivitas yang bersifat social-politik.
Islam juga menyamaratakan kedudukan cowok & cewek dalam asal penciptaan dan taklif ( kewajiban untuk beribadah ritual ) (QS.Ali-Imran:195)
Dalam sejarah Islam kaum cewek juga biasa menyampaikan aspirasinya yang kepada pihak yang berwenang, dengan sebuah pendapat yang gak bisa mereka tinggalkan, seperti yang dilakukan oleh Ummu Salamah (istri Rasulullah) dalam peristiwa Hudaibiyah (tentunya Antum sudah pernah baca Siroh Nabawiyah, kan? Buat kamu yang belum baca, sekarang coba deh berikan sedikit waktu untuk baca Siroh Nabawiyah, dijamin gak nyesel lho. Jika kita tahu siapa manusia yang paling mencintai kita /ummatnya). Lebih dari itu, kaum cewek bisa menyampaikan kritik dan keberatannya kepada pihak yang berwenang, meskipun sang penguasa saat itusedang berada di atas mimbar, sebagaimana yang terjadi pada zaman Umar bin Al-Khatab.
Pada masa Nabi dan para sahabat, kaum cewek sudah diber kesempatan untuk bekerja sebagai akuntan pengawas di pasar (fungsi kerja eksekutif). Asy-Syifa’binti Abdillah Al-Adawiyah pada jaman pemerintahan Khalifah Umar bin Al-Khatab yang ditugaskan untuk menjaga para pedagang dan pembeli, baik cewek maupun cowok, agar mereka komitmen pada ajaran syariat dalam perdagangan.
Seorang cewek mempunyai hak untuk ikut memilih dalam Pemilu, karena Pemilu merupakan sebentuk kesaksian yang dimaksudkan dalam firman Allah SWT “Dan dirikanlah kesaksian itu demi Allah…..”( Ath-Thalaq: 2)
Apabila cewek juga dituntut untuk bersaksi dalam perkara-perkara yang bersifat pribadi sesuai dengan firman Allah SWT “Dan janganlah para saksi itu bersifat enggan apabila dipangil”. (Al-Baqarah 282), lalu bagaimana mungkin ia nggak menyampaikan kesaksiannya dalam perkara-perkara yang bersangkut paut dengan negara dan masyarakat.
Seorang cewek berhak mencalonkan dirinya sebagai anggota parlemen dan dewan permusyawaratan apabila cewek tersebut mempunyai kualifikasi untuk itu.
Adapun masalah hak suami untuk menjatuhkan talaq, maka hal itu mempunyai hikmah yang diketahui oleh semua orang yang berpikir obyektif. Sebab, seorang pria lebih mampu untuk melihat jauh ke depan terhadap apa-apa yang menjadi akibat daripada perbuatannya, sebagaimana pria biasanya bisa mengontrol persaannya lebih dari seorang wanita. Sungguhpun demikian, sebagian fuqaha memberikan kepada para istri hak untuk memegang sendiri hak perceraian tersebut, apabila bersikeras untuk mendapatkan hak itu dan apabila suaminya menerimanya. Dalam kondisi demikian, pihak istri yang memegang penuh untuk menceraikan dirinya berdasarkan hak itu.
Meskipun seorang istri tidak memiliki hak untuk menceraikan dirinya, syariat Islam sudah memberikan kepadanya beberapa hak lain sebagai kompensasinya atau penggantinya, yaitu hak untuk meminta arbitrase saat ada perselisihan dengan suaminya (QS. An-Nisaa’:35).
Adapun persoalan kepemimpinan terhadap keluarga ( yang menjadi hak suami atau Ayah), sesuai dengan firman Allah SWT “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita”. (QS.An-Nisaa’:34) maka hal itu bukan disebabkan karena kaum cowok diasumsikan lebih utama secara mutlak dibandingkan kaum cewek.

Sumber : Yusuf Al-Qaradhawi. 2008. Meluruskan Dikotomi Agama & Politik hal:220-226)